Friday, July 3, 2009

BABY WALKER, MASIHKAH PERLU?

Tidak Membantu Anak Belajar Berjalan

Selain rentan kecelakaan, penggunaan baby walker juga diduga dapat mengakibatkan kelainan kaki. Sayang, kesadaran orangtua di Indonesia akan keamanan baby walker yang kurang tampaknya masih minim. Nyatanya di sini baby walker masih saja digunakan, atau setidaknya produk ini masih banyak dijual di pasaran.

Terkesan Praktis

Lalu mengapa alat bantu jalan ini tetap diminati? Menurut dr. Karel, karena baby walker secara sekilas terkesan praktis. Si kecil tinggal dimasukkan ke dalamnya, lalu ia pun bisa berjalan ke sana kemari dengan leluasa. Bagi bayi berusia 7-12 bulan yang sedang tidak bisa diam dan tengah melatih kemampuannya berjalan, baby walker merupakan penyelamat tenaga orangtua. Bukankah dengan begitu orangtua jadi tak perlu capek-capek menatih si kecil?

Apalagi di balik bahaya tersembunyi yang ada, baby walker tampak sebagai benda yang bermanfaat. Ketika bayi duduk atau berdiri dalam baby walker-nya, ia bisa menggerakkan kaki-kakinya dengan lincah. Jadilah orang tua berpikir, “Ah, kaki anakku jadi terlatih untuk bergerak. Ini kan baik untuk persiapan fase berjalannya.” Namun, alasan penggunaan baby walker yang paling utama biasanya berkaitan dengan upaya mengatasi keinginannya bergerak ke sana kemari. Dengan bisa bergerak leluasa ia menjadi lebih tenang dan tidak bosan. Sementara bagi orang tua, ketenangan si bayi memberi kesempatan kepadanya untuk mengurus berbagai pekerjaan rumahtangga tanpa harus mendampingi si kecil setiap saat.

Ribuan Kasus

Kenyataannya, menurut penelitian di Amerika Serikat sekitar 14.000 kasus bayi masuk rumah sakit diakibatkan oleh kecelakaan saat menggunakan baby walker. Antara lain karena Si Kecil suka bereksplorasi ke setiap sudut rumah, komposisi roda yang tidak mendukung keamanan, komposisi rangka kurang kokoh, dan bentuknya yang membuat anak rentan jatuh.

Namanya juga bayi, tentu saja ia belum bisa mengenal situasi lingkungan; belum bisa membedakan mana permukaan curam atau landai, tangga atau lantai, benda berbahaya atau aman. Inilah beberapa kecelakaan yang sering terjadi akibat penggunaan baby walker:

  • menggelinding di tangga. Kecelakaan ini kemungkinan besar mengakibatkan patah tulang dan luka serius pada kepala
  • terkena benda panas. Ketika duduk dalam baby walker anak jadi bisa meraih benda-benda yang dapat membahayakan dirinya. Contohnya secangkir kopi panas di atas meja
  • tenggelam. Tanpa disadari anak meluncur (dengan menggunakan baby walker-nya) ke dalam kolam renang, bath tub, atau toilet lalu tercemplung
  • meraih obyek berbahaya. Dengan baby walker, anak lebih mudah meraih obyek berbahaya seperti gunting, pisau, atau garpu yang tergeletak di atas meja misalnya
  • terjepit. Ketika melewati permukaan yang bercelah, kaki bayi bisa terjepit dan terkilir. Tangannya juga bisa saja terjepit saat meraih celah daun pintu

Yang mengejutkan, penelitian menyatakan bahwa mayoritas kecelakaan baby walker terjadi ketika orangtua/pengasuh sedang mengawasi anaknya. Mengapa demikian? Karena kita seringkali kalah cepat dengan kecepatan bayi dalam baby walker yang dapat meluncur lebih dari 1 meter dalam 1 detik. Untuk itulah baby walker sama sekali tidak aman digunakan meskipun di bawah pengawasan orang dewasa.

Menyebabkan Kelainan Kaki

Karel masih menambahkan soal penggunaan baby walker yang dari sisi medis pun tidak cukup bermanfaat, malah cenderung merugikan. Karena aktivitas motorik yang terjadi pada saat anak menggunakan baby walker hanya melibatkan sebagian serabut motorik otot saja, yaitu otot-otot betis. Padahal untuk bisa berjalan dengan lancar dan benar, fungsi otot paha dan otot pinggul juga perlu dilatih.

Kemampuan berjalan, lanjut Karel, merupakan salah satu keterampilan motorik kasar (gerakan yang dihasilkan oleh koordinasi otot-otot besar), yang umumnya harus sudah bisa dilakukan anak 1 tahun dengan toleransi waktu 3 bulan. Bila proses pelatihannya tidak benar maka akan membuat anak justru jadi lambat berjalan. Sebaliknya, semakin intensif dan tepat stimulasi fisiknya maka perkembangannya pun semakin pesat. Bila dibarengi dengan asupan gizi yang seimbang, mungkin saja di usia 9-10 bulan bayi sudah bisa berjalan.

Jadi manfaat pemakaian baby walker tidak cukup membantu anak latihan berjalan. Di tempat berbeda Dra. Jacinta F. Rini, M.Si., dari e-psikologi. com, menambahkan, secara psikologis penggunaan baby walker memang tidak menguntungkan, “Secara psikologis baby walker akan membuat anak malas untuk belajar berjalan sendiri karena anak sudah keburu merasa enak bisa bergerak ke mana pun tanpa harus susah payah menjejakkan kakinya.”

Penggunaan baby walker bahkan dicurigai bisa mengakibatkan kelainan kaki pada anak. Memang belum ada penelitian yang menunjang. Namun, kenyataan bahwa bayi duduk sambil mengangkang dalam baby walker­nya diduga bisa menyebabkan kelainan tulang paha. Nah, berdasarkan pemahaman inilah, banyak ahli menduga penggunaan baby walker dapat menyebabkan anak berjalan seperti bebek alias agak mengangkang.

Terbiasa berjalan dengan baby walker juga bisa menimbulkan kelemahan otot-otot tungkai. Ketika diajarkan berjalan anak cenderung jatuh yang akhirnya sering membuatnya trauma dan tidak mau mencoba melakukannya lagi sehingga kemampuan berjalannya pun menjadi lebih lambat.

Alami Lebih Baik

Jadi menurut Karel, tinggalkan baby walker. Juga, ketimbang mencari-cari alternatif alat bantu jalan lainnya, ia lebih menyarankan agar Si Kecil diajak berenang, karena dengan begitu semua otot tubuhnya bergerak, dari otot kaki, lengan, dan leher. Kalaupun tidak, cara melatih anak berjalan yang terbaik adalah yang alami. “Sangat baik anak belajar berjalan secara alami karena dapat melatih 100 persen serabut motorik otot. Mulai otot betis, paha, maupun pinggul. Bila keseluruhan serabut otot dilatih maka anak bisa berjalan dengan lebih baik. Jadi secara medis lebih menguntungkan kalau kita pakai cara alami daripada cara penunjang.” Meskipun si kecil harus jatuh bangun, anggaplah hal ini sebagai pelajaran dari pengalamannya sendiri.

Yang patut dicermati, sebaiknya latihan berjalan dilakukan dengan bertelanjang kaki. Cara ini akan melatih jari-jari kakinya agar lebih terkoordinasi. Tentu, lantainya pun harus bersih dari partikel atau benda yang dapat melukainya. Juga hindari lantai yang terlalu licin karena bisa membuatnya terpeleset yang mungkin saja membuat anak trauma dan takut dilatih berjalan.

Tahap Perkembangan Kemampuan Fisik Anak

Sudah seharusnya orangtua mengetahui tahap demi tahap proses perkembangan kemampuan fisik anak sehingga bila terjadi keterlambatan pertumbuhan kita bisa segera mendeteksinya. Berikut, perkembangan motorik kasar anak secara garis besar:
0 - 1,5 bulan: Sudah bisa mengangkat kepala sekitar 45 derajat
1,5 - 3,5 bulan: Kemampuan mengangkat kepalanya meningkat sampai 90 derajat. Kemudian bila bayi didudukkan dengan disandarkan ke tubuh kita maka kepalanya harus sudah bisa tegak
3,5 - 4,5 bulan: Sudah bisa mengangkat dadanya bila diposisikan tengkurap. Bayi pun sudah bisa melakukan tengkurap sendiri dan membolak-balik tubuhnya
5 bulan: Bayi sudah dapat duduk dengan hanya ditopang punggungnya
6 - 8 bulan: Sudah dapat duduk sendiri tanpa bantuan. Di usia ini pun kebanyakan bayi sudah mulai belajar merangkak. Namun, merangkak bukan merupakan tonggak perkembangan utama. Bila bayi tidak merangkak maka bukan suatu kelainan karena beberapa bayi yang tidak melaluinya terbukti mengalami perkembangan motorik yang normal
7,5 - 10 bulan: Bayi sudah mulai berusaha belajar berdiri dengan berpegangan pada tepi meja atau kursi. Beberapa anak ada yang sudah mulai belajar berjalan dengan cara merambat maupun berjalan beberapa langkah
12 - 15 bulan: Anak sudah bisa berjalan tanpa harus berpegangan

Sumber: http://anakuya.wordpress.com

No comments:

Post a Comment