Mengasuh anak memang gampang-gampang susah. Allah swt memberikan kita anak sebagai sebuah amanah yang harus dirawat dan dididik secara baik dan benar. Anak adalah harapan kita, maka sudah sewajarnya kita berikan yang terbaik buat mereka agar menjadi manusia sholeh, tangguh, serta bermanfaat bagi lingkungannya
1. Pola Asuh Koersif
Pola Asuh koersif identik dengan hukuman dan pujian. Jika anak berlaku tidak sesuai dengan arahan orangtua, maka yang mereka terima ialah hukuman. Sebaliknya, jika sang anak berlaku sesuai dengan arahan orangtua, maka mereka akan menerima pujian. Dengan pola pengasuhan ini, anak akan cenderung menjadi Si Pencari Perhatian, suka melakukan pembalasan, atau menjadi ketakutan kala berbuat salah di mata orangtuanya. Orangtua menjadi pusat dalam pola pengasuhan ini. Hal ini tidak sehat, sebab aspek kritis anak dan kelak kemampuannya dalam memilih jalan kehidupan menjadi teramat terfokus pada obsesi orangtua.
Di luar rumah, anak dapat menjadi senang berkuasa, karena di rumah orangtua menggambarkan bahwa dengan berkuasa seseorang bisa memerintah orang lain, mendapati hal yang ia inginkan dilaksanakan oleh orang lain. Ia cenderung mengingat-ingat hal-hal tidak menyenangkan yang ia alami dan mencari-cari celah untuk membalas.
Orangtua yang menerapkan pola pengasuhan koersif biasanya tidak peduli dan tidak memahami bakat karakter anak, sehingga yang mereka tahu hanyalah bahwa sang anak harus berubah sesuai dengan standar yang mereka miliki.
2. Pola Asuh Permisif
Tipe pola asuh permisif merupakan antitesis dari pola asuh koersif. Orangtua permisif biasanya menghendaki anak-anak tumbuh dengan mandiri. Alih-alih membuat mereka mandiri, orangtua justru terlalu menyerahkan anak pada dunia yang sedang berputar. Anak, terkadang menjadi merasa tidak diperhatikan, tidak diberikan bibit harapan, serta menganggap orangtua menganggap mereka tidak berarti.
3. Pola Asuh Dialogis
Pola asuh ini menyeimbangkan kebebasan dan keteraturan. Orangtua dialogis mampu memahami di wilayah mana saja mereka mengarahkan anak-anak, dan di wilayah mana saja mereka mengamanahkan kebebasan pada mereka. Orangtua dialogis mendewasakan anak-anak dengan melibatkan mereka bertukar pikiran dan mencari solusi suatu masalah bersama.
Dalam pola asuh ini, orangtua menanamkan harapannya dengan cara berbicara dari hati ke hati, serta menjelaskan pertimbangan keinginan mereka pada anak-anak. Karena adanya hubungan egaliter yang dibangun, anak-anak terlatih untuk menjadi jujur, kritis, dan terbuka terhadap lingkungan sekitarnya.
(ikw/HG)
sumber: dari sini
1. Pola Asuh Koersif
Pola Asuh koersif identik dengan hukuman dan pujian. Jika anak berlaku tidak sesuai dengan arahan orangtua, maka yang mereka terima ialah hukuman. Sebaliknya, jika sang anak berlaku sesuai dengan arahan orangtua, maka mereka akan menerima pujian. Dengan pola pengasuhan ini, anak akan cenderung menjadi Si Pencari Perhatian, suka melakukan pembalasan, atau menjadi ketakutan kala berbuat salah di mata orangtuanya. Orangtua menjadi pusat dalam pola pengasuhan ini. Hal ini tidak sehat, sebab aspek kritis anak dan kelak kemampuannya dalam memilih jalan kehidupan menjadi teramat terfokus pada obsesi orangtua.
Di luar rumah, anak dapat menjadi senang berkuasa, karena di rumah orangtua menggambarkan bahwa dengan berkuasa seseorang bisa memerintah orang lain, mendapati hal yang ia inginkan dilaksanakan oleh orang lain. Ia cenderung mengingat-ingat hal-hal tidak menyenangkan yang ia alami dan mencari-cari celah untuk membalas.
Orangtua yang menerapkan pola pengasuhan koersif biasanya tidak peduli dan tidak memahami bakat karakter anak, sehingga yang mereka tahu hanyalah bahwa sang anak harus berubah sesuai dengan standar yang mereka miliki.
2. Pola Asuh Permisif
Tipe pola asuh permisif merupakan antitesis dari pola asuh koersif. Orangtua permisif biasanya menghendaki anak-anak tumbuh dengan mandiri. Alih-alih membuat mereka mandiri, orangtua justru terlalu menyerahkan anak pada dunia yang sedang berputar. Anak, terkadang menjadi merasa tidak diperhatikan, tidak diberikan bibit harapan, serta menganggap orangtua menganggap mereka tidak berarti.
3. Pola Asuh Dialogis
Pola asuh ini menyeimbangkan kebebasan dan keteraturan. Orangtua dialogis mampu memahami di wilayah mana saja mereka mengarahkan anak-anak, dan di wilayah mana saja mereka mengamanahkan kebebasan pada mereka. Orangtua dialogis mendewasakan anak-anak dengan melibatkan mereka bertukar pikiran dan mencari solusi suatu masalah bersama.
Dalam pola asuh ini, orangtua menanamkan harapannya dengan cara berbicara dari hati ke hati, serta menjelaskan pertimbangan keinginan mereka pada anak-anak. Karena adanya hubungan egaliter yang dibangun, anak-anak terlatih untuk menjadi jujur, kritis, dan terbuka terhadap lingkungan sekitarnya.
(ikw/HG)
sumber: dari sini
No comments:
Post a Comment